Henry Yosodiningrat punya satu pertanyaan yang tak kunjung terjawab-tuntas hingga kini. Yaitu bagaimana seorang Muslim memperlakukan doktrin daging babi itu haram. Seorang Muslim yang paling saleh dan paling 'salah' pun memegang teguh doktrin itu. Tapi, tak demikian dengan doktrin haramnya narkoba dan minuman keras yang umumnya lebih mudah diterabas.
''Saya melihat metode mengharamkan daging babi itu sangat unggul, sehingga umat Islam benar-benar tidak mau menyentuh babi. Bahkan, bila bertamu di sebuah rumah dan disuguhi daging babi, seorang Muslim akan marah. Bila kekuatan ini juga bisa diterapkan kepada narkoba yang sebenarnya juga haram, kampanye narkoba akan menjadi sangat efektif,'' kata ketua umum Gerakan Nasional Antinarkoba (Granat) itu kepada Republika, pekan lalu.
Henry menyarankan para ahli agama memikirkan cara untuk memperkuat doktrin pengharaman narkoba itu. Apalagi, jika ditilik dari dampaknya, Henry melihat narkoba jauh lebih destruktif dibanding banyak tindak kejahatan maupun bencana-bencana. ''Narkoba adalah malapetaka besar bagi bangsa ini,'' tandasnya.
Henry menyebut narkoba setiap hari merenggut 40 nyawa. Baik meninggal karena over dosis (OD) maupun penyakit lain yang punya kaitan dengan efek narkoba di masa lalu, yang menyerang paru-paru, ginjal, dan organ lain --termasuk HIV/AIDS. ''Kalau 40 orang per hari, berarti 14.600 orang per tahun. Ini jauh lebih besar dari seluruh bencana di Tanah Air. Tapi angka ini kan seperti tidak menyentak kita,'' sesalnya.
Selain itu, dari sisi biaya per tahun, narkoba juga menelan anggaran yang melampaui korupsi dan pembalakan liar. Henry mengasumsikan rata-rata penyalahguna narkoba menghabiskan dana sebesar Rp 200 ribu per hari. Dengan sekitar empat juta penyalahguna, dana yang dihabiskan sekitar Rp 800 miliar per hari. ''Dalam satu tahun, anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 292 triliun, hampir sama dengan APBN kita,'' Henry menandaskan.
Itu belum termasuk biaya-biaya lain yang ditagih narkoba, misalnya biaya berobat yang perlu waktu bertahun-tahun. Direktur Utama Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, dr Ratna Mardiati, mengatakan umumnya pasien yang datang ke RSKO berobat selama dua tahun sampai belasan tahun. ''Anak jenderal ada, anak profesor banyak, anak da'i ada, anak pendeta ada, artis juga ada,'' katanya.
Orang-orang yang sudah berobat pun, kata Ratna, tak serta merta sembuh. Apalagi bila lingkungan dan keluarga tak mendukung. ''Nggak ada yang nggak kambuh. Dalam beberapa waktu mereka kembali lagi. Sepuluh tahun nyandu suruh sembuh dalam satu tahun. Nggak bisa,'' katanya.
Para pecandu --termasuk yang sedang diobati, kata Ratna, juga dekat dengan kematian. Di RSKO, rata-rata 20 persen meninggal dunia per tahun. ''Mereka meninggal bukan karena OD, tapi ada yang karena HIV/AIDS. Jadi jangan main-main dengan narkoba. Lindungi keluarga Anda dari narkoba,'' pesannya.
Kepala BNN, Made Mangku Pastika, menggarisbawahi pentingnya peran agama dan keluarga dalam memberantas narkoba. Andai orang Indonesia tidak religius dan lembaga keluarganya berantakan, dia menilai penetrasi narkoba akan sulit direm. Sebab pintu-pintu masuknya terbuka lebar, terutama di darat dan laut. ''Kalau dalam analisa SWOT, itulah strength-nya. Ini yang membuat saya tetap optimistis,'' katanya.
Badan Narkotika Nasional (BNN), tahun 2006 lalu menghabiskan anggaran sekitar Rp 285 miliar untuk memerangi narkoba. Tahun 2007 ini, anggarannya sekitar Rp 278,2 miliar. Seakan mewakili seriusnya persoalan narkoba di Tanah Air, Juni 2007 ini, BNN akan meresmikan Pusat Terapi dan Rehabilitasi di Lido, Sukabumi. Pusat Terapi ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
Kendati dari tahun ke tahun jumlah tindak pidana narkoba yang digulung semakin banyak --termasuk barang bukti yang disita-- Henry Yosodiningrat memperkirakan yang tertangani itu hanya puncak gunung es. Indonesia kini gencar dibidik sebagai pasar narkoba oleh pihak tertentu bukan semata-mata karena profit, tapi untuk penghancuran. ''Sekarang yang jadi sasaran semakin luas, mulai merambah ibu-ibu rumah tangga,'' katanya.mg01/owo/run
No comments:
Post a Comment