Wednesday, March 14, 2007

Cinta

Miskonsepsi pertama yang ditentang Bowman adalah ...
manusia jatuh cinta dengan menggunakan perasaan belaka.
Betul, kita jatuh cinta dengan hati.
Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari,
kita diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat.

Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa
mengelak.
Yang sesungguhnya terjadi,
proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan
dan ideal kelompok dari mana kita berasal.

Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta,

dan tidak bisa dimintai pertanggunganjawab
bila perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti.

Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal
kebodohan.

Cinta membutuhkan proses !!!

Bowman juga menolak anggapan cinta bisa berasal dari pandangan pertama.

"Cinta itu tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks,"
katanya.
Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu.

Jadi memang tidak mungkin kita mencintai seseorang yang
tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja.
Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit.
Cinta datang hanya ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi
ulang terhadap hidup
dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru.

Yang mungkin terjadi dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah
pasangan terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai
tergila-gila.
Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa
jeda.

Dalam kasus "cinta pada pandangan pertama",
banyak orang tidak benar-benar mencintai pasangannya,
melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri.

Sebaliknya dengan orang yang benar-benar mencinta.
Mereka mencintai pasangan sebagai personalitas yang utuh.

Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi.

Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan.

Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih.

Orang yang mencinta tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan,
tapi sebagai pasangan untuk berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri.

Bila kita berkeinginan menguasai kekasih (membatasi pergaulannya,
melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya berbusana)
atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak
keberatan dinomorsekiankan) ,
berarti kita belum siap memberi dan menerima cinta.

Cinta itu konstruktif

Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri
sekaligus demi (kebanggaan) pasangan.
Dia berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan merencanakan masa depan.
Sebaliknya dengan yang jatuh cinta impulsif.
Bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu
makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari.
Yang dipikirkan hanya kesengsaraan pribadi.

Impiannya pun tak mungkin tercapai.
Bahkan impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.

Cinta tidak melenyapkan semua masalah

Penganut faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah.

Seakan-akan cinta itu obat bagi segala penyakit (panacea).
Kemiskinan dan banyak problem lain diyakini bisa diatasi dengan berbekal
cinta belaka.

Faktanya, cinta tidaklah seajaib itu.

Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi masalah.
Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar bisa
dicarikan jalan keluar.

Orang yang tengah mabuk kepayang-berarti tidak benar-benar
mencinta-cenderung membutakan mata saat tercegat masalah.
Alih-alih bertindak dengan akal sehat, dia mengenyampingkan problem.

Cinta cenderung konstan
Ya, cinta itu bergerak konstan.
Maka kita patut curiga bila grafik perasaan kita pada kekasih turun naik
sangat tajam.
Kalau saat jauh kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama,
itu pertanda kita mengidealisasikanny a, bukan melihatnya secara realistis.
Lantas saat kembali bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan
hilanglah segala bayangan hebat itu.

Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita
berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia jauh.
Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik.

Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan, kita
menyukainya dalam kadar sebanding.

Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik
Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting.
Tapi bahaya bila kita menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya
untuk banyak faktor lainnya.
Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap
kontak fisik.
Kontak fisik, ketahuilah, hanya terasa menyenangkan bila kita dan pasangan
saling menyukai personalitas masing-masing.
Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap kontak fisik
hanya memberi sensasi menyenangkan tanpa makna apa-apa.

Dalam cinta, afeksi terwujud belakangan saat hubungan kian dalam.
Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.

Cinta tidak buta, tapi menerima
Cinta itu buta?
Tidak sama sekali.

Orang yang mencinta melihat dan menyadari sisi buruk kekasih.
Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan mentolerir.
Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik.

Namun keinginan itu haruslah didasari perhatian dan maksud baik.
Tidak boleh ada kritik kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik.

Nafsulah yang buta.
Meski pasangan sangat buruk, orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu
menerima tanpa keinginan memperbaiki.
Juga meninggalkan pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya karena
pasangan punya secuil keburukan yang sangat mungkin diperbaiki.

Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan
kekasih.
Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan.
Sebisa mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan,
dan memajukan hubungan.
Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras menyenangkan
kekasih.
Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar kekasih menerimanya, sehingga
tercapailah kepuasan yang diincar.
Orang yang mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.

Cinta berani melakukan hal menyakitkan
Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta
memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan
hal yang tidak disukai kekasih demi kebaikan.
Seperti seorang ibu yang berkata "tidak" saat anaknya minta es krim, padahal
sedang flu.

Begitulah kita semua seharusnya bersikap pada pasangan

Mencintalah Karena Allah
Karena itulah sebenarnya cinta sejati, cinta suci, cinta Ilahi.................

Best Regards
Si. Mansur dari Yani BB

No comments:

Kamu adalah pengunjung ke: